Saturday 27 April 2013

[Soneta] Seorang Perempuan yang Ditinggal Mati Kekasihnya

Untuk Maryah dan Ayyu’


Ia, pada akhirnya, mampu maklum terhadap tugas malaikat
yang, jika waktunya tiba, bekerja sebagaimana biasa, mencabut nyawa
meskipun dulu ia menganggap (malaikat itu) kejam dan jahat
yang tidak memberinya kesempatan sekedar mengucap selamat berpisah kepada kekasihnya.

Jangan bersedih,” katanya kepada dirinya sendiri menguat-nguatkan
perasaan kehilangan ketika menyaksikan peristiwa yang mengait-ngaitkan
ingatan kepada kekasihnya hingga memuncak-buncahkan kerinduan
membuat ia kadang-kadang bertanya, “Kapan aku juga bisa berselimut kafan?

Sungai yang berhulu di pelupuk matanya tidak pernah
kering. Ia sering meluangkan waktu meluapkan 
kenangan yang tertampung dan kemudian tertumpah
setelah sesaat sebelumnya masih berbentuk genangan.

Pandangannya mengabur, jantungnya berdebar-getar tidak teratur
mengingat seseorang yang telah lama tertidur, pulas, di kubur.



>> Cipulir, 09 November '09
by ka acank

Karena Perempuan... (tetes-tetes sesak yang tertampung saat memaknai film Perempuan Punya Cerita)

Film Perempuan Punya Cerita mengisahkan permasalahan beberapa perempuan di empat lokasi berbeda. Film dari dan untuk perempuan yang juga bertaburan pemain perempuan. Ada apa dengan perempuan? Mengapa cerita perempuan menarik untuk (lagi-lagi) diangkat dalam sebuah film dan dibicarakan? Saya melihatnya dari sisi yang sangat subyektif. Benang merah cerita tentang perempuan ini menurut saya ada tiga hal:
1. Perempuan itu lemah
2. Perempuan menanggung resiko terlihat (hamil misalnya)
3. Perempuan memiliki emosional yang dominan

Perempuan punya cerita merupakan miniatur sederhana tentang kisah tragis perempuan. Banyak cerita belum terungkap, banyak perempuan yang mengalami nasib lebih tragis. Bahkan, para beberapa perempuan pemain film juga tidak menyadari ketragisan yang mereka alami di film ini. “Menjual” diri untuk honor, popularitas, atapun totalitas. 

Pertanyaannya adalah, bagaimana perempuan menyikapi permasalah?
Jikalaupun dunia ini sebegitu kejamnya atau laki-laki sedemikian brengseknya, tidak menjadi alasan untuk membiarkan diri sendiri menjadi korban. Perempuan harus bersikap, punya prinsip. Jangan biarkan siapapun merusak diri, karakter, dan masa depan kita. Kita, saya dan kamu berhak memilih untuk menjadi ikan yang tidak asin di lautan.

Untuk anak MIPA yang sebagian besar perempuan, jaga diri baik-baik. Jangan takut bilang tidak untuk sesuatu yang tidak kamu inginkan meskipun diminta oleh orang yang kamu cintai. Jika sudah terlanjur mengorbankan atau dikorbankan, cari orang yang kamu percaya untuk berbagi. Tidak ada masalah yang tidak memiliki solusi. Ujian hidup merupakan tes kenaikan kelas untuk menjadi lebih baik. Buat para lelaki, perempuan bukan hanya sekedar pelampiasan keperkasaan atau tempat bersarangnya nafsu yang setiap saat ingin terlampiaskan. Perempuan itu adalah calon ibu dari anak-anak kalian, generasi penerus peradaban manusia.
Di mata Tuhan, perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya kecuali kualitas keimanan, yang akan jadi parameter sejauh mana kita menghadapi permasalahan.

MUMET


Tertuang kisahku, berarti aku lagi tak punya siapa-siapa untuk bercerita. Aku hanya ingin membagi sesak.
Dulu, sendiriku menjadi tameng. Sakitku terselubung dibalik teduh kepedulian dan ketegaran. Malaikatku bagi orang
lain tanpa mereka tau seberapa sering aku menggulung diri melawan psikosomatis sendirian. Lebih sering berbicara pada mammiku yang telah meninggal lewat curhatan tulisan. Kini, aku menyembuhkan luka
dan berbagi dengan konsekuensi mendombrak benteng pertahanan dan keangkuhan tapi aku dibenci habis-habisan. Aku menemukan kawan sekaligus mencintainya dengan segala konsekuensi.
Mengapa semuanya menjadi salah... 
argggghhhhhhhhhhhhdjkgrddkkkhhhhgghhhhhhhhhhh. i don`t know what can i do...

Tuti (tak banyak orang yang menulis tentangku, membuatku tak sendiri)


ah, pinguinku kenapa harus kau alami semua ini. Di saat kau telah berhasil menguak arti sebuah rasa, mengapa luka justru datang menyapa..ingin rasanya membuat perhitungan dengan orang yang menorehkan luka dihatimu, tapi aku yakin kau akan melarang. Karena kau yakini keputusannya adalah yang terbaik, meski harus meninggalkan luka dihatimu. Ah, pinguin tak kusangka curhat-curhat panjang itu akan berakhir seperti ini. Maafkan jika sembabnya matamu luput dari pandanganku. Tapi yakinlah aku mencoba meresapi apa yang sedang kau rasa. aku yakin kau tegar dan menarik hikmah dari apa yang kau alami, pun juga aku.
Ah, rasa ibarat dua mata sisi yang berbeda. bahagia dan luka. itulah tawarannya. berani ada didalamnya berarti harus berani dengan segenap konsekwesinya. Kau telah khatam tentang teori mars dan venus berusaha menerapkannya. tapi sayang semua terlambat. Disaat kau merasa baru membuat sebuah komitmen dan dengan basmalah menjalaninya ternyata menurut marsmu semua justru adalah sebuah akhir. Begitulah sebagian orang-orang mars. membuat komitmen lalu meninggalkannya dan enggan menjaga komitmen yang telah dibuatnya. Mungkin alasannya karena tidak lagi menantang..terlalu..mars memang aneh karena itulah sebagai venus kita harus belajar tentang mereka. Mengalah diatas segenap keegoisan mereka. Mungkin bukan egois tapi itu sikap diri mereka. kau masih ingatkan tentang teori itu. bahwa orientasi mereka adalah hal-hal besar dalam hidup hingga mengindahkan hal-hal kecil yang bagi kita orang-orang venus sama berartinya. ah mars membingungkan memang, butuh banyak stok maaf, toleransi, sabar dan mengalah untuk berhadapan dengan mereka.tapi sudahlah pinguinku relakan saja semuanya. karena kuyakini dia bukan orang yang tepat untukmu..aku tau ketulusan rasamu dan kebesaran jiwamu.kau berhasil menguak kesejatian rasa bahwa mencitai tak selamanya harus memiliki. Bahwa cinta yang sesungguhnya adalah berani mengorbankan rasa yang kita punyai demi kebahagiaan orang yang kita cintai meski itu tidak bersama kita. ah pinguin semua bukanlah akhir, ini baru awal dari sebuah bahagia…percayalah……

KATA CINTA


Tak kutemukan kata
Sapa pujangnga menjadi tiada
syairkan segala tentangmu
puisiku bisu
imajinasiku kaku
sebab... Kutularkan makna tanpa bahasa
sebab... Kata tak berdaya di hadapan cinta

Hei...ini Maryahmu

Hei... lelaki yang tertidur lelap. takkah gundah hatimu membiarkanku kesepian tanpa teman. merecokiku dengan berbagai permintaan. menahan kantuk hanya sekedar menemanimu makan.

Hei... leleki yang membuat hatiku menangis. tegakah kau membiarkanku mengelana sendiri dalam tandus, kehausan, tak menemaniku bercerita panjang lebar di tembok kanal yang dingin. menertawai dan tergugah akan aneka ragam manusia yang berseliweran. 

Hei... lelaki yang memujaku. tak rindukah kau pada amarahku, ngambekku, kenaifanku. bersedia ada sebisamu jika kubutuh. memberiku persaudaraan tanpa kuminta. 

Hei... lelaki yang mempercayaiku. tak bergeserkah kepercayaanmu padaku dengan apa yang terjadi selama ini. aku tak setegar dugaanmu. aku butuh bicara tentang kekalutanku.

 Hei... lelaki yang selama hidupnya tak pernah mengubah persepsinya terhadapku. aku yang rindu tuntutanmu jika ingin diprioritaskan tanpa peduli perempuan-perempuan dan lelaki-lelaki itu. padamu, aku merasa disayangi dan dihargai dengan tulus. 

Hei... lelaki yang memanggilku maryah. aku enggan bertemu lagi denganmu. aku tak mau merusak kenanganku. bahwa, ada satu orang yang buatku nyaman memahami hitam putihku.

a.d.i.k


Kamu boleh
Pergi tanpa pamit, tanpa basa-basi.
Berlari sejauh-sejauhnya dimana tak ada aku.
Tak ada suaraku, namaku, wangiku,  catatan-catatanku.

Jika kau tak berhenti menabuh genderang perang, sampai kapanku panji peperangan akan tetap kukobarkan. Ini bukan tentang kepemilikan atau penguasaan. Ini tentang -isme-.
Kau berhak mencinta dan memilih cara untuk meluapkannya. Tapi jangan pernah bersentuhan denganku. Sebab aku yang akan mendepakmu. Sehalus apapun caranya.
Kuhargai apa yang pernah menjadi milikmu. Tapi buka sisi otak atau celah hatimu. Pahami, tidak semua lini kehidupan berjalan sesuai maumu.
MAafkan aku adik. Jika aku terbahak ditengah kecewamu.

Wednesday 24 April 2013

Tiga Perempuan yang Kuanggap Ibu...


Tema event ngeblog pekan ketiga ini menggugat beragam emosi di hati saya. Perempuan inspiratif... huaaaaa... Mungkin akan sedikit mengorek luka lama. Juga bingung memilih perempuan yang mana. Begitu banyak perempuan yang menginspirasi kehidupan saya.  Kali ini, saya memilih tiga. Tulisan yang saya beri judul "Tiga Perempuan yang Kuanggap Ibu" ini diikutkan dalam 8-minggu ngeblog bersama anging mammiri pada minggu ketiga.

I.

Namanya Harmah Indah. Sosok perempuan cantik, aktif, jago masak, loyal, ramah, dan begitu mengabdi pada keluarga. Beliau istri seorang aparat. Kekaguman saya tak terbendung lalu mengidolakannya. Beliau sosok perempuan lengkap. Memiliki empat anak perempuan yang sehat, cantik, dan berprestasi di sekolah. Sering mengajak mereka nonton film atau berpetualangan menjelajahi tempat-tempat baru. Menjalani peran sebagai ibu rumah tangga yang sukses. Mengerjakan pekerjaan rumah sendirian. Bersosialisasi  baik dengan tetangga. Aktif menjalani peran sebagai ketua ranting bayangkari. Mengikuti lomba tennis meja, lomba memasak, lomba mengaji hingga mewakili kabupaten di event-event wilayah. 

Bukan hanya saya yang mengidolakannya. Ada teman saya yang bahkan menuntut ibunya agar seperti beliau. Ibu teman saya tak jago masak.

Saya membutuhkan waktu yang lama untuk menyadari bahwa beliau menyembunyikan bara dalam hidup. Mungkin itulah hebatnya karena dia perempuan. Rela menjadi tumbal demi kebahagian orang-orang di sekitarnya. 

Saya mencoba mencerna, apa alasan logis beliau menyembunyikan rasa sakit dan bertahan di atas penderitaan. Semua alasan yang menjadikan saya kagum padanya memudar hingga menghilang digerogoti penyakit tak terdeteksi medis. Beliau menjadi tak secantik dan sesehat sebelumnya. Tak bisa lagi aktif di organisasi, jalan-jalan di batasi, hanya urusan rumah yang difokuskan dengan kondisi sakit menahun yang diderita.

1 April, penyakit itu merenggut nyawa beliau dengan darah yang masih membasahi kafan hingga di pemakaman. Saya menahan tangis saat itu. Saya akhirnya tahu jika beliau sakit disebabkan pengkhianatan sang suami. Ada perempuan lain yang mengiriminya teluh, perempuan itu sudah mengaku di hadapan beliau. Beliau bertahan menanggung rasa sakit demi cinta kepada anak-anak gadisnya. Beliau tidak mau, anak-anaknya terlantar dan tak terurus. Perempuan itu berkorban. Perempuan itu yang mengizinkan rahimnya mengandung saya dua belas bulan. Perempuan itu ibu yang saya panggil MAMMI.


II. 
Namanya Sitti Tuhfa. Seorang guru agama di salah satu sekolah menengah pertama di kota kecil saya. Tutur katanya lembut, perhatian, sholehah, dan selalu memeluk saya jika bertemu. Beliau single parents. Memiliki 8 anak yang taat beragama dan sukses. 

Saya mengenalnya saat duduk di bangku SMA kelas 1. Saya suka berorganisasi. Salah satu anak beliau menjadi penggerak organisasi pelajar saat itu. Saya bergabung. Ternyata sekretariat sementara di rumah beliau. Saya pun sering datang ke sana untuk rapat, pelatihan, diskusi, pengajian, dan berbagai kegiatan lainnya. Saya bahkan sering menginap.

Tidak mudah buat saya merasa nyaman pada tempat baru atau orang baru. Tapi beliau mampu membuat saya seperti menemukan sosok perempuan serupa ibu yang sudah tiada. Saya tidak merasa segan untuk memeluknya, bermanja, atau sekedar menatap wajahnya. Kadangkala, saya belum bisa mengatasi kerinduan pada ibu saya. 

Beliau memang menjadi ibu bersama. Mengizinkan kami menghuni rumahnya selama apapun, sebanyak apapun kami. Mengobrak-abrik dapurnya, menggunakan setiap ruang rumahnya, memakai barang-barangnya. Saya tidak pernah menemukan ekspresi yang berbeda sejak pertama bertemu hingga sekarang. Beliau selalu ramah dan welcome menerima kehadiran kami.

Saya sangat tahu, betapa berat menjadi perempuan yang tak menikah lagi dan menjadi orang tua tunggal. Membagi konsentrasi terhadap karir dengan urusan rumah yang dijalani tanpa sokongan seorang laki-laki (suami). Tak mudah istiqomah/konsisten terhadap aturan-aturan Ilahiah. Dalam kesendirian itu, saya merasa beliau tak kekurangan cinta. Jangankan untuk kedelapan anaknya, kepada kami pun anak-anak yang ditemuinya kala kami sudah besar tetap memiliki jatah cinta masing-masing.

"Wih, Isma. Kusayangmu sedding". Kata beliau sambil merangkul erat saat mendengar permasalahan pelik yang pernah saya alami. Saya menyembunyikan tangis. Saya merasa disayangi. 

Saat ini, beliau tinggal bertiga dengan seorang cucu berusia 4 tahun dan seorang gadis kerabat. Semua anaknya tinggal berjauhan, lintas propinsi, lintas pulau. Kadangkala, beliau mengisi waktu dengan mengunjungi mereka secara bergiliran.  Di usia yang kian menua, beliau masih menunjukkan sosok perempuan yang  saya kagumi. Beliau perempuan hebat. Beliau perempuan kuat. Beliau ibu dari sahabat saya, kami memanggilnya UMMI.

III. 
Namanya Hania Maemunah. Sosok perempuan sabar sejagat raya. Cantik, jago masak, jago menjahit. Berat badan saya naik 5 kg gara-gara masakan beliau. Memiliki tujuh anak kandung, satu diantaranya memiliki keterbelakangan mental. Beliau menginspirasi saya tentang ketulusan mencintai dan ketangguhan seorang ibu.

Saya mengenal beliau atas perantara seseorang di ruang dan waktu yang baru. Sembilan tahun setelah MAMMI meninggal dan enam tahun setelah saya meninggalkan kota kecil tempat UMMI bermukim.

 Sebagai orang yang canggung pada orang-orang dan suasana baru (lagi-lagi, saya tidak berubah), beliau membuat saya merasa nyaman dan serasa berada di rumah. Yah, rumah dan keluarga lengkap yang tidak saya miliki. Berada di dekat beliau membuat saya merasa tak sendirian lagi di muka bumi. (Kadang saya lebay dengan perasaan kesepian). Beliau menganggap saya anak sendiri. Menjadikan suaminya, ayah saya. Anak-anaknya, menjadi kakak dan adik-adik saya. Mendengarkan cerita yang kadang enggan saya bagi dengan orang lain. Mengasuh saya jika sakit. Mengajarkan saya memasak. Mengikutkan saya di acara keluarga. Membela saya jika ada yang berpandangan negatif. Ah...

Saya juga butuh waktu lama untuk memahami beliau. Sepertinya saya manusia kurang peka atau takut menduga-duga. Saya kurang begitu percaya feeling, setidaknya harus ada fakta. Saya lebih dari sekedar terhenyak saat mendengar cerita dari anak gadisnya tentang masa-masa sulit yang dilalui beliau dan anak-anaknya. Perlu keikhlasan luar biasa saat harus menerima kehadiran rumah lain untuk sang ayah. Butuh ketabahan seluas samudera saat meja makan hanya terhidang nasi dan sambal saja. Butuh kesabaran semesta saat ikut membesarkan satu persatu anak-anak lain yang bukan dari rahimnya. Perlu selaksa cinta untuk tetap memcinta sang suami, mencintai diri, dan mencintai orang lain atas luka hati perempuan yang dikhianati.

Pun, ketika jarak menjadi alasan ketidakintensan saya mengunjungi beliau menjadi penghalang. Saya tidak bisa membendung kerinduan akan sosoknya. Saya tidak bisa mencegah ketakutan jika selama ini menyakiti hatinya. Saya lalu mengunjungi beliau. Bersimpuh di sampingnya, kembali bercerita. Beliau berkata "Apapun yang terjadi, kita' (kata ganti kamu yang lebih sopan) tetap anakku. Saya tidak akan berubah Nak!". Saya menyembunyikan tangis agar beliau tak bersedih. Saya merasa diberi seribu sayap bidadari.

Jika memiliki kesempatan, saya tetap rajin berkunjung. Melihatnya di depan mesin jahit yang juga menjadi mesin penggerak ekonomi keluarga. Sesekali menikmati masakannya atau hanya sekedar meminjam mukenanya. Beliau orang tua dari seorang lelaki sederhana yang diam-diam masih saya cinta. Saya memanggil beliau, IBU.


Saya sungguh beruntung mendapatkan cinta yang begitu banyak. Saya sepatutnya lebih banyak bersyukur dari pada mengeluh. Postingan ini hanya perwakilan dari cinta kasih seorang ibu. Sesungguhnya, semua ibu hebat di dunia ini adalah sumber inspirasi saya, seorang dhoif yang masih "takut" menjadi istri dan ibu.













Thursday 18 April 2013

Saya dari Sinjai looo...



Postingan ini disertakan dalam 8 minggu ngeblog, bersama  Angingmammiri, pada pekan kedua
 
"Asalnya dari mana Is?". Tanya seorang kawan pada sebuah event nasional.
"Sinjai..." Jawab saya lugas, berharap jawaban singkat satu kata itu bisa memuaskan rasa ingin tahunya.
"Binjai? Sumatera dong?!".
 Glek...
"Bukan, saya dari Sinjai, Sulawesi Selatan." Saya buru-buru menjelaskan kesalahapahaman tersebut.
"Ooo...".
Saya tau, dia sama sekali tidak punya gambaran Sinjai itu di mana.

Saya teringat saat SMA kelas 1, kami memesan baju persatuan kelas yang bertulisakan nama-nama kami semua, dari pulau Jawa. Sebulan berselang, baju pesanan kami tak kunjung datang. Sang ketua kelas yang bertanggungjawab atas pengadaaan baju tersebut mulai resah. Kata pemilik konveksi, baju-baju tersebut sudah dikirim. Setelah dikonfirmasi, ternyata beliau mengirimnya ke Binjai, bukan ke Sinjai. Dan bertualang antar pulaulah baju-baju kami.

Sinjai mulai populer di mata teman-teman saya saat bencana banjir bandang melanda tahun 2006.

"Is, kamu di Sinjai yang lagi kena banjir bandang ya... Aku lihat berita di TV". Sms dari teman yang pernah mennayakan asal saya dan mengira Sinjai itu sama dengan Binjai.

Kota saya memang tidak seterkenal Makassar yang jadi ibukota provinsi, Pare-pare yang menjadi kota pelabuhan tempat penyebrangan ke Kalimantan dan pulau lain, Bone sebagai penghasil songkok bugis dan arung Palakkanya, Bulukumba dengan pantai Biranya, Maros dengan Bantimurungnya, Gowa dengan Sultan Hasanuddin dan Malinonya, Sidrap dengan lumbung berasnya, Toraja dengan kuburan batu dan upacara kematiannya, atau kabupaten lain yang ada di sulawesi selatan.
Sinjai memang kota kecil. Letaknya berada di sisi timur provinsi SulSel, sekitar 200-an Km dari Makassar. Rute darat yang bisa ditempuh ada tiga jalur. Makassar – Gowa – Takalar –Jenneponto – Bantaeng – Bulukumba - Sinjai bisa ditempuh selama 5 jam. Jalur lainnya, Makassar - Maros (Camba )- Bone (Palattae) - Sinjai, bisa ditempuh selama 4 jam plus jalan berkelok-kelok diantara hutan belantara. Jalur satunya lagi bisa melalui Makassar –Gowa (Malino) - Sinjai yang bisa ditempuh selama 3 jam plus jurang di kiri kanan jalan.

Jika datang di malam hari, pukul 09.00 malam, kota ini sudah sepi. Satu-satunya spot yang ramai hanyalah TPI (tempat pelelangan ikan), itupun biasanya hanya saat malam minggu atau malam liburan tiba. Saya pernah membaca tulisan di blog seseorang yang terpaksa harus tidur di kafe karena kemalaman saat berkunjung ke Sinjai.

Orang-orang di Sinjai dianggap (atau menganggap dirinya, hehe) memiliki hubungan kekerabatan dengan orang Jakarta. Jelas bukan karena kemiripan kata kotanya seperti Binjai.  Bukan pula berdasar pada teori Darwin. Hubungan yang dihubung-hubungkan karena kata sandang pada bahasa yang digunakan. Jika di Jakarta memiliki kata "lo" sebagai kata ganti gaul "kamu", maka orang Sinjai juga menggunakan kata "lo" itu dalam berbicara sehari-hari. Bedanya pada makna dan penempatan. Kata "lo" bagi orang sinjai hanya digunakan sebagai penekanan ataupun bumbu dari kalimat sebelumnya dan digunakan di akhir dengan nada "o" yang panjang. Contohnya "Mau kemana looo?" atau "Mauka makan looo". Silakan berkunjung ke Sinjai untuk mendengar cara berbicara mereka secara langsung. :).

 
 Selain itu, jika Jakarta memiliki kepulaun Seribu yang entah benar seribu pulau atau kurang atau malah lebih, Sinjai juga memiliki Pulau Sembilan yang benar-benar terdiri atas sembilan pulau. (Suatu saat saya harus menuliskan khusus tentang eksotisme Pulau Sembilan).




Selain kata sandang "lo", orang Sinjai memiliki cara berbicara unik pada kata yang memiliki huruf "c". Hal ini sering dijadikan lelucon oleh orang lain yang pernah mendengarnya. Saya kurang senang dengan bully itu tapi faktanya memang begitu. Kata-kata yang memiliki huruf "c" dan berdekatan dengan huruf vokal biasanya maka akan dilafazkan "sy". Contoh:
Kecap= Kesya'
Becak= Besya'
Cantik= Syanti'
Lucu=Lusyu
Penggunaan bahasa ini umumnya digunakan jika berbicara dengan keluarga atau sesama orang Sinjai. Oh, ya. Huruf akhir konsonan juga biasanya tidak diperjelas.

Meskipun nama kotanya kadang tertukar, bahasanya unik, dan tidak seramai di tempat lain, datang ke Sinjai tidak akan mengecewakan, apalagi jika datang ke kampung saya. Sinjai menawarkan wisata kuliner yang bisa jadi membuat anda yang datang akan datang lagi. Seperti teman kakak saya yang ketagihan dengan udang tumis di TPI, tempat wisata kuliner seafood saat malam hari. Ada aneka makanan laut, susin (susu Sinjai), dan  minas. Boleh baca tentang kuliner ini di blogIra.  

Gammi`
teman-teman saya manjat pohon langsat
Jika ke rumah saya, ada sambal petai, bale bolu nasu, laha' bete, gammi', dan sayur paccala andalan keluarga yang siap menanti. (Perlu tulisan khusus lagi tentang kuliner khas keluarga saya sepertinya J). Atau jika musim buah tiba. Anda bisa membawa pulang berkarung-karung buah rambutan dan langsat  dengan harga super murah bahkan gratis. Sayang, tahun ini pohon durian dan manggis ayah saya belum berbuah. 

Selain kuliner, Sinjai juga menawarkan wisata budaya dan wisata alam. Wisata budaya bisa ke Bukit Purbakala Gojeng di pinggir kota, ada museum di Sinjai Utara, ada Rumah Adat Karampuang. Wisata alam bisa ke gugusan Pulau Sembilan, Pantai Ujung Kupang, permandian air panas Panggo, air terjun kembar. 

Sekedar informasi, bepergian di Sinjai cenderung ala "ransel". Sudah ada hotel sih, tapi tetap saja anda membutuhkan kepercayaan diri jika tiba-tiba harus menumpang nginap di rumah penduduk setempat. Tapi tenang saja. Masyarakat Sinjai saya jamin memiliki keramahan dan penyambutan yang luar biasa terhadap tamu. Bukankah keramahtamahan masyarakat menjadi karakter bangsa Indonesia bukan? Semoga kota kecil saya, keunikan, dan masyarakatnya tetap menjadi bagian dari kekayaan tak terhingga bangsa ini. Salam Indonesia!!!
 

Wednesday 17 April 2013

Inaugurasi Mipa 2012 “Eksistensi berlembaga menuju mahasiswa berkapasitas dalam bingkai kemipaan”, 17 April 2013




Saya terlambat datang tapi mendapat tempat duduk di barisan kursi paling depan sebelah kiri. Untungnya, ada adik dari jurusan Biologi yang masih mengenali wajah saya. Saya di antar dengan hormatnya. Biasa, super senior.

Agak khawatir sebenarnya. Di luar baruga sebelum saya masuk, telinga ini menangkap kesan yang kurang bagus dari penonton yang pulang tanpa mengakhirkan pertunjukan. "Edede... Inaugurasi paling jelek. Nda jelasnya deh...". Itu perspektif, meski biasanya jelek itu mutlak dan bagus itu relatif. Tapi karena saya datang tanpa membawa ekspektasi apa-apa (lebih-lebih inaugurasi 03 yang katanya terbagus sepanjang sejarah...heheh, katanya loh), saya berusaha menikmati setiap suguhan yang disajikan mahasiswa angkatan 2012.

Memang beda feelnya saat masih berada di lembaga dengan telah menjadi alumni. Tuntutan idealisme dan nilai-nilai pengkaderan yang harus diturunkan membuat senior lebih "galak" dan menginginkan lebih. Hal itu melahirkan ketidakpuasan atas kesalahan-kesalahan manusiawi dari junior.  Jika telah menjadi alumni, kedatangan ke sebuah acara pengkaderan lebih untuk bersenang-senang, bernostalgia, silaturahmi.

Yah, inaugurasi memang merupakan pengkaderan puncak tingkat fakultas bagi MABA, setidaknya menurut KMF MIPA UH yang saya pahami. Setelah ospek yang dinamai Progresip, ospek di jurusan masing-masing ( SPL bagi anak Biologi, Bina Kader bagi anak Fisika, Bina Akrab bagi anak Kimia dan Matematika, kalo tidak salah lagi), maka dibentuklah kepanitiaan ianugurasi. Panitia dan pengisi acaranya dari maba itu sendiri.

Terkesan hura-hura karena dominan pertunjukan seni sarat musik dan menghabiskan banyak dana. Ada aneka jenis tarian, band, parodi. Sempat ada selentingan, saya saya masih mahasiswa, beberapa maba dilarang ikut inaugurasi. Saya sih melihat sisi positifnya. Apalagi di MIPA ada aturan tak tertulis yang semoga jadi tradisi turun temurun (jika belum bisa dijadikan hukum, hehe). Cowok dan cewek tidak boleh bersentuhan saat di panggung, pakaian cewek harus sopan (gak ada tuk istilah pake celana pendek. Pake celana panjang ketat saja senior cowok bakal nasehatin, bahasa halus dari mempermalukan), dan karena cewek dijaga maka cowoklah yang lebih dominan dieksplorasi (ingat Najar dan Rio). Imej MIPA sebagai pesantrennya UNHAS bisa sedikit terjaga dibanding dengan inaugurasi lain (semoga).

Di inaugurasi juga ada prosesi pengukuhan maba menjadi warga KMF MIPA. Meski saya melewatkan prosesi ini karena telat datang, pengukuhan biasanya "disakralkan". Inti inaugurasi ya... di pengukuhan ini. Meski proses-proses sebelumnya tak kalah penting. Pengumpulan, rapat, persiapan panitia, kerja keras steering, tanggung jawab pengurus BEM, dalam bingkai kebersamaan. Hiburan dan pengukuhan pada inaugurasi, seharusnya menjadi sarana penyampai pesan kemanusiaan dan kemahasiswaan agar tak dipandang hura-hura semata.

Hal yang paling membuat saya respek pada inaugurasi angkatan 2012 adalah persembahan dari angkatan 2011. Respek dan membuat saya terpingkal-pingkal. Parodi battle tarian yang mereka suguhkan keren dan lucu. Di atas semua itu, saya respek karena  masih mau berpartisipasi di acara junior mereka. Biasanya, jika telah menjadi senior, atau baru menjadi senior, sudah sok merasa "jago". Saya ngefans sama sosok tambun yang jago dance india itu. :).
 

Pertunjukkan usai, ada sepatah kata dari alumni. K'Ical 01 (odo2nya siapa ya di angkatan saya? ;)), Uccing 05, dan Ibe 07 (kalo tidak salah). Saya hanya mendengar dan tersenyum. Meski tema inaugurasi dan parodinya absurd (hehe), saya tidak menyesal duduk di bangku penonton. Saya tetap mau menyaksikan inaugurasi-inaugurasi selanjutnya. Salam Use Your Mind Be the Best!!!