Aku menuliskan kisah ini dengan mata yang
sembab dan hati yang sesak. Aku dilukai oleh perasaanku sendiri. Aku tersakiti
oleh kepercayaan yang kubangun sendiri. Hidup memang berat. Tapi kali ini bumi
begitu oleng kupijak.
Dia begitu sederhana. Lelaki diam dalam alunan
lagu gitarnya. Tak ada yang istimewa kecuali senyumnya yang tulus. Dia
menyapaku lewat permainan kartu saat malam menggigit letih. Tak ada sinyal
ketertarikan. Lagipula itu bukan tujuanku berada di kegiatan lapangan ini.
Pesan singkat yang jarang tapi kontinu hingga
memintaku untuk menghubunginya sesekali, Interaksi itupun terjalin. Tak
bernama… pertemanan sekalipun. Sesekali menanyakan kabarku pada seorang kawan. Kami
hanyalah kenalan biasa. Tapi yang kuyakini, aku telah menjadi salah satu dari
sekian banyak nama wanita di hpnya yang sesekali disapaanya basa-basi.
Dia sangat peduli saat eembrio hubunganku
dengan yuniornya tak berhasil bertumbuh.
Begitu juga saat proses kedekatanku dengan seseorang dari masa lalu kandas. Dia
menanyakan peluang. Aku hanya tertawa. Tak ada sedikitpun keinginan untuk memberinya
jalan. We are just friend… gak lebih, gak kurang.
Salah satu sahabat yang menyayangiku meninggal.
Aku kehilangan dan mencari pelarian. Dia satu-satunya orang yang tersedia. Aku
selalu mendatanginya. Mencari dunia baru. Dia GR. Teman-temannya menganggap aku
menyukainya. Dia terpengaruh lalu mengajakku berkomitmen. Aku tertawa. Kuberi
syarat. Dia tak mau. Ya sudah… tapi dia mau tetap berusaha. Kuberi jalan. Tiga
bulan plus sholat dan restu pappi. Dia mengiyakan meski berat. Ada sedikit rasa
getassaat memulai komitmen itu. Ternyata selama komunikasi meski sebagai teman,
dia sedang menjalin hubungan dengan yunior sefakultasnya, mantannya setahun
yang lalu. Lelaki… lelaki
Selama dua tahun… banyak hal indah juga air
mata pertengkaran. Aku dan dia dua orang keras yang memaksakan bersama. Pappi
menentang hebat. Teman-teman memandang remeh. Aku keluar dari pekerjaan. Fansku
dan fansnya terjauhkan. Hanya cinta yang menguatkan kami. Tapi cinta itu kalah dengan
waktu… dia tak mampu menepati janjinya lalu bara itu meletup setiap saatnya.
Sampai
saat itu… dia satu-satunya orang yang menjadikanku selayaknya putri… tetapi
sekaligus menjadikanku seperti sampah. Aku dilukainya. Tak ada apa-apa yang
dilakukan untuk mewujudkan impian itu. Malah sikapnya semakin menghancurnya
psikologisku. Kuberanikan diri untuk
mengakhiri meski sangat berat. Ini baik untuk bertumbuhnya kebaikan-kebaikan
kami dan orang-orang disekitar kami. Semoga kami bertemu dengan orang yang lebih
baik dan menjadi jalan kami menjadi baik.
Terima kasih lelaki yang memanggilku ay…semoga
kau berbahagia. Kubenci kau dengan cintaku. Bodohku karena menganggapmu hebat
dan rekormu belum tergantikan. Kesalahan terbesarku adalah mempercayaimu. Dan
hal yang paling kusesali dalam hidup adalah mencintaimu.
Menjelang tengah malam… 11.59 (17102011)
lelaki ini... yang telah kutitipkan cintaku, melukaiku
hingga berdarah2 sebelum cinta itu kuambil kembali
lelaki biasa dan sederhana itu... menunjukkan
taringnya yang menghujam jantungku dengan sikap sifatnya
lelaki itu... kembali berhasil menorehkan luka cinta
yang telah mengering... dan melahirkan kembali rasa benci atas kaumnya
(April 2013... hei, aku jatuh cinta lagi pada lelaki ini)
(April 2013... hei, aku jatuh cinta lagi pada lelaki ini)
No comments:
Post a Comment