Postingan ini disertakan dalam 8 minggu ngeblog, bersama Angingmammiri, pada pekan kedua
"Asalnya dari mana
Is?". Tanya seorang kawan pada sebuah event nasional.
"Sinjai..." Jawab
saya lugas, berharap jawaban singkat satu kata itu bisa memuaskan rasa ingin
tahunya.
"Binjai? Sumatera
dong?!".
Glek...
"Bukan, saya dari
Sinjai, Sulawesi Selatan." Saya buru-buru menjelaskan kesalahapahaman
tersebut.
"Ooo...".
Saya tau, dia sama sekali
tidak punya gambaran Sinjai itu di mana.
Saya teringat saat SMA kelas
1, kami memesan baju persatuan kelas yang bertulisakan nama-nama kami semua,
dari pulau Jawa. Sebulan berselang, baju pesanan kami tak kunjung datang. Sang ketua
kelas yang bertanggungjawab atas pengadaaan baju tersebut mulai resah. Kata
pemilik konveksi, baju-baju tersebut sudah dikirim. Setelah dikonfirmasi,
ternyata beliau mengirimnya ke Binjai, bukan ke Sinjai. Dan bertualang antar
pulaulah baju-baju kami.
Sinjai mulai populer di mata
teman-teman saya saat bencana banjir bandang melanda tahun 2006.
"Is, kamu di Sinjai
yang lagi kena banjir bandang ya... Aku lihat berita di TV". Sms dari
teman yang pernah mennayakan asal saya dan mengira Sinjai itu sama dengan
Binjai.
Kota saya memang tidak
seterkenal Makassar yang jadi ibukota provinsi, Pare-pare yang menjadi kota
pelabuhan tempat penyebrangan ke Kalimantan dan pulau lain, Bone sebagai
penghasil songkok bugis dan arung Palakkanya, Bulukumba dengan pantai Biranya,
Maros dengan Bantimurungnya, Gowa dengan Sultan Hasanuddin dan Malinonya,
Sidrap dengan lumbung berasnya, Toraja dengan kuburan batu dan upacara
kematiannya, atau kabupaten lain yang ada di sulawesi selatan.
Sinjai memang kota kecil.
Letaknya berada di sisi timur provinsi SulSel, sekitar 200-an Km dari Makassar.
Rute darat yang bisa ditempuh ada tiga jalur. Makassar – Gowa – Takalar
–Jenneponto – Bantaeng – Bulukumba - Sinjai bisa ditempuh selama 5 jam. Jalur
lainnya, Makassar - Maros (Camba )- Bone (Palattae) - Sinjai, bisa ditempuh
selama 4 jam plus jalan berkelok-kelok diantara hutan belantara. Jalur satunya
lagi bisa melalui Makassar –Gowa (Malino) - Sinjai yang bisa ditempuh selama 3
jam plus jurang di kiri kanan jalan.
Jika datang di malam hari,
pukul 09.00 malam, kota ini sudah sepi. Satu-satunya spot yang ramai hanyalah
TPI (tempat pelelangan ikan), itupun biasanya hanya saat malam minggu atau
malam liburan tiba. Saya pernah membaca tulisan di blog seseorang yang terpaksa
harus tidur di kafe karena kemalaman saat berkunjung ke Sinjai.
Orang-orang di Sinjai
dianggap (atau menganggap dirinya, hehe) memiliki hubungan kekerabatan dengan
orang Jakarta. Jelas bukan karena kemiripan kata kotanya seperti Binjai. Bukan pula berdasar pada teori Darwin.
Hubungan yang dihubung-hubungkan karena kata sandang pada bahasa yang
digunakan. Jika di Jakarta memiliki kata "lo" sebagai kata ganti gaul
"kamu", maka orang Sinjai juga menggunakan kata "lo" itu
dalam berbicara sehari-hari. Bedanya pada makna dan penempatan. Kata
"lo" bagi orang sinjai hanya digunakan sebagai penekanan ataupun
bumbu dari kalimat sebelumnya dan digunakan di akhir dengan nada "o"
yang panjang. Contohnya "Mau kemana looo?" atau "Mauka
makan looo". Silakan berkunjung ke Sinjai untuk mendengar cara
berbicara mereka secara langsung. :).
Selain itu, jika Jakarta memiliki kepulaun Seribu yang entah benar seribu pulau atau kurang atau malah lebih, Sinjai juga memiliki Pulau Sembilan yang benar-benar terdiri atas sembilan pulau. (Suatu saat saya harus menuliskan khusus tentang eksotisme Pulau Sembilan).
Selain kata sandang "lo",
orang Sinjai memiliki cara berbicara unik pada kata yang memiliki huruf "c".
Hal ini sering dijadikan lelucon oleh orang lain yang pernah mendengarnya. Saya
kurang senang dengan bully itu tapi faktanya memang begitu. Kata-kata yang
memiliki huruf "c" dan berdekatan dengan huruf vokal biasanya
maka akan dilafazkan "sy". Contoh:
Kecap=
Kesya'
Becak=
Besya'
Cantik=
Syanti'
Lucu=Lusyu
Penggunaan bahasa ini
umumnya digunakan jika berbicara dengan keluarga atau sesama orang Sinjai. Oh,
ya. Huruf akhir konsonan juga biasanya tidak diperjelas.
Meskipun nama kotanya kadang
tertukar, bahasanya unik, dan tidak seramai di tempat lain, datang ke Sinjai
tidak akan mengecewakan, apalagi jika datang ke kampung saya. Sinjai menawarkan
wisata kuliner yang bisa jadi membuat anda yang datang akan datang lagi.
Seperti teman kakak saya yang ketagihan dengan udang tumis di TPI, tempat
wisata kuliner seafood saat malam hari. Ada aneka makanan laut, susin (susu
Sinjai), dan minas. Boleh baca tentang kuliner ini di blogIra.
Gammi` |
teman-teman saya manjat pohon langsat |
Jika ke rumah saya, ada sambal
petai, bale bolu nasu, laha' bete, gammi', dan sayur paccala andalan
keluarga yang siap menanti. (Perlu tulisan khusus lagi tentang kuliner khas
keluarga saya sepertinya J). Atau jika musim buah
tiba. Anda bisa membawa pulang berkarung-karung buah rambutan dan langsat dengan harga super murah bahkan gratis. Sayang,
tahun ini pohon durian dan manggis ayah saya belum berbuah.
Selain kuliner, Sinjai juga
menawarkan wisata budaya dan wisata alam. Wisata budaya bisa ke Bukit Purbakala
Gojeng di pinggir kota, ada museum di Sinjai Utara, ada Rumah Adat Karampuang.
Wisata alam bisa ke gugusan Pulau Sembilan, Pantai Ujung Kupang, permandian air
panas Panggo, air terjun kembar.
Sekedar informasi, bepergian di Sinjai cenderung ala "ransel". Sudah ada hotel sih, tapi tetap saja anda membutuhkan kepercayaan diri jika tiba-tiba harus menumpang nginap di rumah penduduk setempat. Tapi tenang saja. Masyarakat Sinjai saya jamin memiliki keramahan dan penyambutan yang luar biasa terhadap tamu. Bukankah keramahtamahan masyarakat menjadi karakter bangsa Indonesia bukan? Semoga kota kecil saya, keunikan, dan masyarakatnya tetap menjadi bagian dari kekayaan tak terhingga bangsa ini. Salam Indonesia!!!
Sekedar informasi, bepergian di Sinjai cenderung ala "ransel". Sudah ada hotel sih, tapi tetap saja anda membutuhkan kepercayaan diri jika tiba-tiba harus menumpang nginap di rumah penduduk setempat. Tapi tenang saja. Masyarakat Sinjai saya jamin memiliki keramahan dan penyambutan yang luar biasa terhadap tamu. Bukankah keramahtamahan masyarakat menjadi karakter bangsa Indonesia bukan? Semoga kota kecil saya, keunikan, dan masyarakatnya tetap menjadi bagian dari kekayaan tak terhingga bangsa ini. Salam Indonesia!!!
20 comments:
tetaplah menulis syanti', apalagi tentang Sinjai looo..pasti bikin kangenku etrhadap kampungku etrobati loooo..
asiiiik... makasi sudah singga looo Mel.. uddania sedding...
Salam kenal loo..(Sok bahasa Sinjai).hhehe. Saya pernah berkunjung ke Pulau Sembilan Sinjai, tepatnya di Pulau Borong Loe. kemudian berpesta cumi-cumi di sana. Rasa-rasanya ingin tinggal lama di pulau itu.Apalagi malam harinya, kami duduk di dekat dermaga sembari bermain getar dan menyanyii.. Hehehhehe. Kunjungi juga lo http://mayasarishaela.blogspot.com/2013/04/maros-im-falling-in-love.html#more
sikampongku pale loooo :D
Shaela Mayasari... salam kenal balik... Bukan Borong Loe sista... Burung Loe... hehhe. darima juga berkunjung di tempatTa...
kk Ira... iye... sa Salam Sinjai Bersatu!!!!
slurpp.....ada penampakan gammi betenya :))nyam...nyam..nyam
aduh yang komen pada ngerti bahasa Sinjai nih,, saya ga paham :D
salam kenal mbak, terus menulis yaa :)
qaqa Ira... iya, pace biasa makan pake daun Jambu mete
qaqa Dyah... hihi... garis bawahin aja yang mo di translatekan qaqa...
Mau ke pulau sembilan. Ajak saya, kak, ajak, hihihi
Khie... ayaooo...kapan libur??? hehe
*cek kalender* #heyaaaa :D
khie... kemping di lakkang dulu trus backpacker ke pulau sembilan... *nantang*
isha juga baru tau sinjai, dari fotonya keliatan keren banget.. kkalau aja lebih di populerkan, 9 pulau bisa jadi objek wisata indonesia :)
salam kenal..suami sy dr sinjai..dan memang bnyk yg mengira sinjai = binjai. dah ke sinjai 1x dan bagus bgt..dingin..
"laha bete temmaka lunra'na" "dafa penja sileo' pangi" nyameppaha loo
mwantap tinkatkan,(mauka dulu makan le... Laparma lo...
sama jaki, di tanete (blukumba) begitu jga bahasa hugi waseng loo..
bagus mana menikahi wanita sinjai atau Jeneponto
Saya bangga jadi orang sinjai
Post a Comment