Saturday 18 October 2008

Diary Calon Pengantin

6
Oktober 2006

Ass. Wr. Wb

Salam yang lengkap untukmu, sebab berangmu akan
berbuah jika kulalai atas hal itu. Juga kuingin gamblang untuk mengimbangi
meski mungkin tanpa sadar ataupun tak terjangkau kata sederhana dariku
melukiskan apa yang ada di pikir dan di hatiku.

Sering bertengkar atau tepatnya
mempermasalahkan hal spele adalah nama tengah kita sejak awal. Toh dengan
ketidakpedulianku berbentur pada ketidakmengertianmu yang harus terjawab. Masa
bodoh melandaku meski darimu tanya dan harap jawaban memasungmu.

Beriring waktu, ku tak tau dan tak mau tau apa
yang terjadi pada dirimu. Ku hanya bergelut memperjuangkan hatiku agar tidak
jatuh pada orang, tempat, dan cara yang salah. Kutempuh segala alur bahkan
sampai membuatku merangkak dan berdarah-darah.

Lalu kau tawarkan sebuah proses terindah dalam
rangka penggenapan separuh agama. Dengan santai kuiyakan. Why not. Ini impianku
sejak dulu. Toh rasaku masih pada titik nol, tidak minus. Kucerita tentang
diriku dan tak kuacuhkan kikukmu. Ini aku, apa adanya dan tak akan ada yang
kusembunyikan.

Kau menyebutku unik, membuatku sadar kau
memandang beda kekuranganku. Kau bersumpah serius atas nama Ilahi. Kupercayai
kau sepenuhnya meski kutakberharap lebih. Kau penuhi syaratku tanpa bimbang, membuatku
sadar kau memikirkan lebih keinginanku. Kau tepis bimbangku dengan santai.
Kuatkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Kau beriku tempat saat remuk hamper
memberangus tualng-tulangku.Bahkan aib sayap-sayapku jadikannmu bertambah yakin
akan ada waktu untukku. Kau menerimaku utuh meki mungkin orang lain akan
berfikir dua kali untuk itu.

Kau ingini aku agar mendapat rahmat Ilahi.
Membantah takutku jika ini hanya luapan emosi manusiawi semata. Kau ulurkan
niat yang tulus dan tekad yang kuat untuk meraihku bersamamu menapaki alur-alur
beronak demi sebuah penghambaan terhadap Sang Pencipta kita.

Lalu mengapa harus menolakmu?! Meski rasa belum
berbuah cinta sebab tidak wajib itu ada. Jika kau yakin aku bisa temukan itu
suatu saat, maka mengapa aku harus meragukan diriku sendiri. Lalu mengapa tak
memberimu tempat?! Sedang yang kau lakukan hanya sebuah ikhtiar menuju
peribadatan kepadaNya. Meski belum saatnya menyerahkan rasa yang memang belum
ada.

Aku belajar dalam keraguan. Ruangmu sadarkan
lengah jiwa. Lecutan-lecutan kesadaran mengungkungku dalam tangis tanpa suara.
Mampukah aku lebih mulia dari bidadari? Sanggupkah aku menjadi tulang rusuk
yang dekat di hati?. Bisakah aku menjadi wanita shalih ataupun muslimah sejati?

Terpuruk dalam diam dan sedih kumenunduk. Aku
hanya sanggup bermimpi sambil merenda keyakinan bahwa kesempatan untukku ada.
Bahwa DIA masih teramat menyayangiku serbagai hamba. Pun jika takdir kita
berbeda, tulus terucap terima kasih telah menjadi perantara kesadaran. Pun jika
ada kesempatan merasai indah bersama, ajari aku mencinta, tuntunku gapai surga,
dan bawaku bersama menghadapNya….. sambil berkata bangga “ Dia mar`ahku, yang
bersedia bersamaku raih ridhaMu dan menjadikanku dicintai setelahMu ”.


31
Desember 2006

Kusadari, jalan yang kita lalui sulit. Ini akan
menjadi jejak-jejak hidup yang kita pilih. Maafkan aku jika membuatnya tak
seperti apa di pikirmu. Di sini dua ego yang bermain apalagi melibatkan
keluarga. Kupahami jika kau meraguiku sebab memang tidak ingin terucap kusangat
inginkan ijab qabul itu nyata. Aku takut bermimpi……..

Jika langkahmu tertatih, kumohon jangan
berhenti. Biarkan kita berjuang sampai napas kita tersengal, dada kita sesak,
dan jiwa raga kita lelah. Bukankah para pencinta sejati bahkan mengorbankan
darah dan nyawanya dalam rangka pencapaian cinta pada Sang Pemilik Cinta.?!
Bukankah kita adalah pejuang untuk memepersembahkan cinta tulus kita padaNya
dengan penghalalan sesuai yang Dia inginkan.

Maafkan aku, jika menjadikan ini begitu rumit,
sehingga kita lelah. Aku yang tidak bisa biasakan labil pikirku. Salah
mmenderaku mendengarmu tak seyakin dulu. Perih gores hatiku saat kau tawarkan
bersedia jkika akhirnya ini berakhir sampai disini.

Kumemang belum mencinta tapi aku ingin mencoba
belajar. Belajar pada orang yang mau menerimaku utuh dalam rapuh dan ketidaknormalan. Aku mauimu
dengan menafikan ego-egoku, meski itu tak terbahasakan. Bukan tak mau jujur.
Aku hanya terlalu memproteksi diri untuk tidak membenihkan rasa yang bukan pada
saat dan tempat seharusnya. Jika kuterlalu padamu, memang. Meski berat, resiko
terburukpun siap kujalani sebab aku yang memilih.

Membuatmu gamang, aku yang akan selalu gundah.
Meski larangmu untuk pikir semuanya, aku tak bisa. Aku ingin terlibat sebab aku
yang harus bertanggung jawab.

Kumohon yakinlah. Percaya padaku bahwa aku yang
akan berjuang untuk kita. Meski hanya aku dan Rabb kita yang tau. Aku ingin kau
yang ucapkan padaku “ Jadilah bidadariku”, sebagai akhir perjuangan dan awal
peribadatan cinta. Meski juga tidak ternafikan bahwa Allahlah sang penentu itu.

Proses ini, ajarkanku pendar-pendar kedewasaan,
alur-alur bersikap, dan tidak lagi sibuk memiliki dunia sendiri. Jadi, tidak
mungkin aku menyerah hanya karena kita tidak sanggup melangkah. Dari semua
rintangan dari manusia, bukankah ada Allah yang akan beri kita jalan dan akhir
terbaik.

Rabbku, engkau tau apa yang ada di hati dan
pikirku serta di diri-diri kami. Jika ini akan membawa kami pada muara cinta
sejati pada Mu dan menginginkan ridhaMu,
beri kami hikmah dan jalan terbaik menurutMu, mudah ataupun sulit. Jika dia
menginginkanku karenaMu dan berharap meraih surgaMu bersamaku, kuatkan dia dan
aku ya Rabb.

Tetapi jika semua ini sia-sia dan menjadikan
kami bermaksiat padaMu, kumohon Bantu kami menghentikannya. Jauhkan hati, pikir,
dan jasad kami dari berbuat salah kepadaMu.

Engkau muara ya Rabb. Maka atas izinMulah
ikhtiar-ikhtiar ini menjadi nyata. Kami mungkin akan selalu jaut dan jatuh,
tetapi ini upaya terbatas kami untuk melakukan penghambaan, terlepas dari nafsu
naluria kami.

Biarlah hanya Engkau yang tau mau diriku sebab
hanya Engkau yang akan beri terbaik, meski di titik terlelah jiwaku. Izinkan
aku tetap mencintaiMu……….


23
Januari 2007

Kusudah letih, mungkin. Ketika pikirku tidak
lagi memuarakan yakin. Dari segala alur yang kita tempuh juga perjalanan
panjang meletihkan, aku hanya mampu terpaku. Juga hadirmu yang tak urung
hadirkan gundah. Bukan seperti itu yang kumau tapi juga tak ingin ada paksaku
terhadap keadaan.

Kaupun gamang, kutau dari sikapmu tidak ingin
ataupun belum bahasakan masa depan. Tak mau tau bagaimana nanti, bagaimana
jika. Termasuk sikap-sikap bodohmu hadapi persoalan. Karena begitu besarkah
rasa cinta itu? Atau egomu yang tak mampu terealisasi? Kutertawa mengetahuinya,
menyembunyiokan miris yang menggores perih. Lagi-lagi bukan itu mauku. Kutak
ingin proses ini lahirkan orang-orang buta dan tidak merealita. Kita hanya
mampu berupaya

kan

?
Allahlah penentu segala hasil….

Jika jalur-jalur ini juga melelahkanmu, tak
mampu kuberbuat apa-apa. Meski kuingin kau tetap tegarkan diri dalam kondisi
apapun. Yang mereka mau hanya untuk kebaikanku tapi terpasung juga dalam ego.
Tapi bukankah kita berjanji untuk berjuang, bukan memaksakan.

Meraguimu, iya.

Ada

ketakutan hidup bersamau jika pilihanku
sendiri. Aku ingin mereka terlibat, ada bersama kita sehingga saat beda memaksa
marah, kita punya tempat pulang.

Meraguimu, iya. Dalam realita kumerasa kau
belum sepenuhnya ada. Impian dan angan ideal yang ada di kepala dan hatimu
tidak kau bumikan. Minimal kau kuat, agar bisa menguatkanku juga.

Meraguimu, iya. Tapi lelah kuserahkan
sepenuhnya pada takdirku. Tak sanggup lagi kuberjuang, kecuali kau ada dan
katakana “ Bismillah, apa yang kau ragukan jika ada Allah bersama kita?!”

Maafkan aku, jika teramat sering buatmu kecewa
dan terluka. Tak ada maksud untuk itu. Kau dengan caramu, aku dengan caraku.
Pun saat pikirmu bahwa ada rasa di hatiku terbantahkan. Tak perlu ada itu,
meski kutau kau sudah terlalu jauh.

So… silahkan berjuang dengan caramu. Tempuh
alur yang kau mampu. Toh, saat kita ditakdirkan bersama maka akulah yang
terbaik untukmu, begitupun kamu. Dan saat kata “tidak” menghentikan alur
manapun menujuku, maka telah tersedia orang yang terbaik untuk kita
masing-masing. Yang jelas dirimu dan proses ini, buatku belajar banyak hal.
Juga sadarkanku bahwa tidak semua aku adalah aku.



5
FEBRUARI 2007

Ada

yang hilang menguap bersama lelah juga waktu
yang kian tak berujung. Cerita-cerita pun bergulir menghenyakkanku pada
kesadaran-kesadaran. Banyak hal terlalui, hingga melemahkan sendi-sendiku. Tak
ada mauku atasmu, lebih dari ingin ada temanku meraih ridhaNya hingga akhirat
menjadi tempat. Jika banyak egoku terpasung, juga idealismemu yang terleburkan,
kupositifthinkingkan bahwa karena kita ingin gapai terbaik menurut kita.

Dan pada realita, bersama itu sulit, maka tak
mengapa jika di titik itu kita legowokan untuk berhenti. Biarkan saja angin
membawa sisa-sisa yang tidak terkuak juga tanya yang belum terjawab. Seperti
saat kuat ingin memulai ini, mari kita bertakbir untuk mengakhirinya.

Tak ada sesalku meski sedikit goreskan kecewa
atas mimpi yang tak jadi nyata. Ini pembelajaran berharga pada sebuah
universitas hidup dan dirimu salah satu guru terbaikku. Jika maumu dan mauku
tidak bisa menjadi mau yang dikehendakinya, maka lapangkan dada untuk terima
apa adanya. Pun telah kupejamkan mata dn kuhela nafas teramat panjang, mencoba
caricelah di titik terhitam sekalipun juga pada pintu-pintu yang bersedia
terkuak.

Jadi sudahlah. Lelahku bukan alasan tapi akhiri
adalah keputusan. Jodohkah kita? Bukan lagi amanahku untuk memperjuangkan itu. KuasaNyalah
yang akan terjadi pada takdir kita.

Hati dan pikirku tsiqah bahwa tempatmu masih
kosong dan kutakut bukan terisi olehmu.

Maafkan aku………

Terima kasih………

Namamu pernah ada dan beriku warna. Tapi
pergilah dan pulang pada hatimu. Aku akan tetap merenda hari bersama mimpi dan
misteriNya.

14
februari 2007

Jahat dan kejam. Klaimmu terhadapku atas
keputusan ini. Tak mengapa, ucap hatiku. Resiko terburukpun siap kuterima atas
pilihan yang harus ditentukan. Dengan suara lelah kau coba bertahan, tetapi
rasa kasian bukan jawaban menarik kembali keputusan. Akhirnya kaupun pasrah,
sebab upaya tak mampu lagi berkata.

Kubukan tak ingin menunggu, tetapi waktu yang
berlalu cukup memberikan jalan. Kau bukannya tak pantas. Hanya mungkin memilih
jalan salah atau waktu yang tidak berpihak. Aku ditakdirkan bukan untukmu. Juga
keterbatasan sebagai manusia.

Sungguh. Takkan berhenti kupinta maaf seberapa
banyakpun yang kau mau. Kuharus memberangus rasa senangmu dengan luka. Sabar
saja ya. Kuyakin kau mampu melakuknnya. Orang baik dan berilmu sepertimu pasti
telah disiapkan orang terbaik, juga bidadari di surga.

Jujur, ada sedikit rongga di hatiku yang miris
harus kembali menyakiti. Tapi tolong mengertilah. Aku sudah tak sanggup menuai
letih… Ini membebanimu jika dipaksakan. Kutau itu dan kutak mau terjadi.

Kata-kataku habis. Mengendap oleh rasa bersalah
yang memvonis. Tolong jangan terlalu merasa terluka. Tegarlah. ucapku terima
kasih karena kau menyenangiku dan pernah membuatku merasa sangat istimewa.

“ Jaga ksehatnx de ya jg srnq jgn mls ngaji dan
baca, eksis trus.. J”

Sms terakhirmu…………

Wassalam.

No comments: