Thursday 18 April 2013

Saya dari Sinjai looo...



Postingan ini disertakan dalam 8 minggu ngeblog, bersama  Angingmammiri, pada pekan kedua
 
"Asalnya dari mana Is?". Tanya seorang kawan pada sebuah event nasional.
"Sinjai..." Jawab saya lugas, berharap jawaban singkat satu kata itu bisa memuaskan rasa ingin tahunya.
"Binjai? Sumatera dong?!".
 Glek...
"Bukan, saya dari Sinjai, Sulawesi Selatan." Saya buru-buru menjelaskan kesalahapahaman tersebut.
"Ooo...".
Saya tau, dia sama sekali tidak punya gambaran Sinjai itu di mana.

Saya teringat saat SMA kelas 1, kami memesan baju persatuan kelas yang bertulisakan nama-nama kami semua, dari pulau Jawa. Sebulan berselang, baju pesanan kami tak kunjung datang. Sang ketua kelas yang bertanggungjawab atas pengadaaan baju tersebut mulai resah. Kata pemilik konveksi, baju-baju tersebut sudah dikirim. Setelah dikonfirmasi, ternyata beliau mengirimnya ke Binjai, bukan ke Sinjai. Dan bertualang antar pulaulah baju-baju kami.

Sinjai mulai populer di mata teman-teman saya saat bencana banjir bandang melanda tahun 2006.

"Is, kamu di Sinjai yang lagi kena banjir bandang ya... Aku lihat berita di TV". Sms dari teman yang pernah mennayakan asal saya dan mengira Sinjai itu sama dengan Binjai.

Kota saya memang tidak seterkenal Makassar yang jadi ibukota provinsi, Pare-pare yang menjadi kota pelabuhan tempat penyebrangan ke Kalimantan dan pulau lain, Bone sebagai penghasil songkok bugis dan arung Palakkanya, Bulukumba dengan pantai Biranya, Maros dengan Bantimurungnya, Gowa dengan Sultan Hasanuddin dan Malinonya, Sidrap dengan lumbung berasnya, Toraja dengan kuburan batu dan upacara kematiannya, atau kabupaten lain yang ada di sulawesi selatan.
Sinjai memang kota kecil. Letaknya berada di sisi timur provinsi SulSel, sekitar 200-an Km dari Makassar. Rute darat yang bisa ditempuh ada tiga jalur. Makassar – Gowa – Takalar –Jenneponto – Bantaeng – Bulukumba - Sinjai bisa ditempuh selama 5 jam. Jalur lainnya, Makassar - Maros (Camba )- Bone (Palattae) - Sinjai, bisa ditempuh selama 4 jam plus jalan berkelok-kelok diantara hutan belantara. Jalur satunya lagi bisa melalui Makassar –Gowa (Malino) - Sinjai yang bisa ditempuh selama 3 jam plus jurang di kiri kanan jalan.

Jika datang di malam hari, pukul 09.00 malam, kota ini sudah sepi. Satu-satunya spot yang ramai hanyalah TPI (tempat pelelangan ikan), itupun biasanya hanya saat malam minggu atau malam liburan tiba. Saya pernah membaca tulisan di blog seseorang yang terpaksa harus tidur di kafe karena kemalaman saat berkunjung ke Sinjai.

Orang-orang di Sinjai dianggap (atau menganggap dirinya, hehe) memiliki hubungan kekerabatan dengan orang Jakarta. Jelas bukan karena kemiripan kata kotanya seperti Binjai.  Bukan pula berdasar pada teori Darwin. Hubungan yang dihubung-hubungkan karena kata sandang pada bahasa yang digunakan. Jika di Jakarta memiliki kata "lo" sebagai kata ganti gaul "kamu", maka orang Sinjai juga menggunakan kata "lo" itu dalam berbicara sehari-hari. Bedanya pada makna dan penempatan. Kata "lo" bagi orang sinjai hanya digunakan sebagai penekanan ataupun bumbu dari kalimat sebelumnya dan digunakan di akhir dengan nada "o" yang panjang. Contohnya "Mau kemana looo?" atau "Mauka makan looo". Silakan berkunjung ke Sinjai untuk mendengar cara berbicara mereka secara langsung. :).

 
 Selain itu, jika Jakarta memiliki kepulaun Seribu yang entah benar seribu pulau atau kurang atau malah lebih, Sinjai juga memiliki Pulau Sembilan yang benar-benar terdiri atas sembilan pulau. (Suatu saat saya harus menuliskan khusus tentang eksotisme Pulau Sembilan).




Selain kata sandang "lo", orang Sinjai memiliki cara berbicara unik pada kata yang memiliki huruf "c". Hal ini sering dijadikan lelucon oleh orang lain yang pernah mendengarnya. Saya kurang senang dengan bully itu tapi faktanya memang begitu. Kata-kata yang memiliki huruf "c" dan berdekatan dengan huruf vokal biasanya maka akan dilafazkan "sy". Contoh:
Kecap= Kesya'
Becak= Besya'
Cantik= Syanti'
Lucu=Lusyu
Penggunaan bahasa ini umumnya digunakan jika berbicara dengan keluarga atau sesama orang Sinjai. Oh, ya. Huruf akhir konsonan juga biasanya tidak diperjelas.

Meskipun nama kotanya kadang tertukar, bahasanya unik, dan tidak seramai di tempat lain, datang ke Sinjai tidak akan mengecewakan, apalagi jika datang ke kampung saya. Sinjai menawarkan wisata kuliner yang bisa jadi membuat anda yang datang akan datang lagi. Seperti teman kakak saya yang ketagihan dengan udang tumis di TPI, tempat wisata kuliner seafood saat malam hari. Ada aneka makanan laut, susin (susu Sinjai), dan  minas. Boleh baca tentang kuliner ini di blogIra.  

Gammi`
teman-teman saya manjat pohon langsat
Jika ke rumah saya, ada sambal petai, bale bolu nasu, laha' bete, gammi', dan sayur paccala andalan keluarga yang siap menanti. (Perlu tulisan khusus lagi tentang kuliner khas keluarga saya sepertinya J). Atau jika musim buah tiba. Anda bisa membawa pulang berkarung-karung buah rambutan dan langsat  dengan harga super murah bahkan gratis. Sayang, tahun ini pohon durian dan manggis ayah saya belum berbuah. 

Selain kuliner, Sinjai juga menawarkan wisata budaya dan wisata alam. Wisata budaya bisa ke Bukit Purbakala Gojeng di pinggir kota, ada museum di Sinjai Utara, ada Rumah Adat Karampuang. Wisata alam bisa ke gugusan Pulau Sembilan, Pantai Ujung Kupang, permandian air panas Panggo, air terjun kembar. 

Sekedar informasi, bepergian di Sinjai cenderung ala "ransel". Sudah ada hotel sih, tapi tetap saja anda membutuhkan kepercayaan diri jika tiba-tiba harus menumpang nginap di rumah penduduk setempat. Tapi tenang saja. Masyarakat Sinjai saya jamin memiliki keramahan dan penyambutan yang luar biasa terhadap tamu. Bukankah keramahtamahan masyarakat menjadi karakter bangsa Indonesia bukan? Semoga kota kecil saya, keunikan, dan masyarakatnya tetap menjadi bagian dari kekayaan tak terhingga bangsa ini. Salam Indonesia!!!
 

20 comments:

memel said...

tetaplah menulis syanti', apalagi tentang Sinjai looo..pasti bikin kangenku etrhadap kampungku etrobati loooo..

KATALIS HATI said...

asiiiik... makasi sudah singga looo Mel.. uddania sedding...

Shaela Mayasari blog said...

Salam kenal loo..(Sok bahasa Sinjai).hhehe. Saya pernah berkunjung ke Pulau Sembilan Sinjai, tepatnya di Pulau Borong Loe. kemudian berpesta cumi-cumi di sana. Rasa-rasanya ingin tinggal lama di pulau itu.Apalagi malam harinya, kami duduk di dekat dermaga sembari bermain getar dan menyanyii.. Hehehhehe. Kunjungi juga lo http://mayasarishaela.blogspot.com/2013/04/maros-im-falling-in-love.html#more

Ira said...

sikampongku pale loooo :D

KATALIS HATI said...

Shaela Mayasari... salam kenal balik... Bukan Borong Loe sista... Burung Loe... hehhe. darima juga berkunjung di tempatTa...

kk Ira... iye... sa Salam Sinjai Bersatu!!!!

Ira said...

slurpp.....ada penampakan gammi betenya :))nyam...nyam..nyam

Diah Kusumastuti said...

aduh yang komen pada ngerti bahasa Sinjai nih,, saya ga paham :D
salam kenal mbak, terus menulis yaa :)

KATALIS HATI said...

qaqa Ira... iya, pace biasa makan pake daun Jambu mete

qaqa Dyah... hihi... garis bawahin aja yang mo di translatekan qaqa...

Khie said...

Mau ke pulau sembilan. Ajak saya, kak, ajak, hihihi

KATALIS HATI said...

Khie... ayaooo...kapan libur??? hehe

Khie said...

*cek kalender* #heyaaaa :D

KATALIS HATI said...

khie... kemping di lakkang dulu trus backpacker ke pulau sembilan... *nantang*

Vanisa Desfriani said...

isha juga baru tau sinjai, dari fotonya keliatan keren banget.. kkalau aja lebih di populerkan, 9 pulau bisa jadi objek wisata indonesia :)

Unknown said...

salam kenal..suami sy dr sinjai..dan memang bnyk yg mengira sinjai = binjai. dah ke sinjai 1x dan bagus bgt..dingin..

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
diassaid89 said...

"laha bete temmaka lunra'na" "dafa penja sileo' pangi" nyameppaha loo

Anonymous said...

mwantap tinkatkan,(mauka dulu makan le... Laparma lo...

Unknown said...

sama jaki, di tanete (blukumba) begitu jga bahasa hugi waseng loo..

Unknown said...

bagus mana menikahi wanita sinjai atau Jeneponto

Unknown said...

Saya bangga jadi orang sinjai