Monday 13 May 2013

Dua Sisi: Fe dan Mas

 Tulisan ini saya ikutkan pada event 8 minggu ngeblog
bersama Angingmammiri.org, pekan keenam

sumber foto
Manusia dilahirkan ibarat kertas putih. Kepribadian  yang muncul merupakan bentukan lingkungan. Keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tidak diturunkan melalui pewarisan sifat genetik. Orang tua yang baik belum tentu memiliki anak-anak yang baik. Sebaliknya juga seperti itu. Kebaikan itu tidak diperoleh melalui aliran darah tapi ditularkan dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kutipan hadist, "Seorang bayi yang terlahir fitrah (suci). Orangtuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nashrani, atau Majusi". 

Begitupula saya dengan ketiga saudara saya. Meskipun sama-sama perempuan, gendut-gendut, dan berasal dari orang tua yang sama, memiliki perbedaan pastilah sebuah keniscayaan. Khususnya saya (eh, seperti tulisan-tulisan sebelumnya yang narsis...hehe), yang dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda. Dalam 27 tahun usia saya, hanya sekitar 8 tahunan kami tinggal bersama. Saya dibesarkan oleh nenek yang diestafetkan ke tante setelah nenek meninggal. Kakak dan adik-adik selalu setia mengikuti orangtua karena ayah selalu saja dipindahtugaskan keliling kecamatan.

Diantara mereka, morfologi fisik saya yang paling feminim. Itu menurut orang-orang yang melihat kami. Tentunya sebelum berat badan saya melonjak naik. Hehe. Apalagi sejak SMA hanya saya yang memutuskan untuk berjilbab. Saya juga suka masak. Tugas saya saat moment kumpul bersama keluarga adalah menyajikan masakan requestan mereka. Apapun saya layani. Jika belum pernah membuatnya, maka saya akan mencari resep di katalog om google lalu berkreasi sesuka lidah. Tugas memasak ini saya lakoni  ke organisasi intra dan ekstra sekolah hingga kampus. Teman-teman saya malah menganggap bahwa saya sosok perempuan yang lembut, teduh, dan nyaman dipandang. Tentunya, persepsi yang mereka anut di awal pertemuan akan berubah setelah semakin lama dan dekat mengenal saya.

Jiwa keperempuanan saya yang kental juga terlihat dengan gampangnya saya menangisi adegan film, tulisan sedih, sandiwara radio, bahkan lirik lagu. Saya bahkan menangis tersedu-sedu selama satu jam setelah menonton film Kuch-kuch Hota Hai dan My Beloved.

Dibalik penampilan feminim, suka masak, dan emosi cengeng, saya memiliki sisi maskulin yang kurang bisa saya tutupi. Teman saya yang mengatakan saya lembut dan teduh itu akhirnya berkata "Isma toh...menipu. Kalo diliatki awalnya kayak perempuan sekali. Sekalinya dikenal, addeh... ". Hehe.

Saat saya kecil, koleksi busana saya berupa celana pendek dan kaos oblong. Rok yang ada hanya rok sekolah. Saya tentu berubah saat mengenakan busana muslimah. Tapi saya ditegur gara-gara cara berjalan yang seperti anak cowok. Susah mengubahnya. Saya sebenarnya cuek saja. Tapi saat kuliah teman-teman bahkan membuka kursus gratis cara berjalan yang baik dan benar untuk saya. Katanya kontras dengan jilbab saya. :(.

Selain masak, saya malas mengerjakan pekerjaan rumahan yang identik dengan tugas perempuan. Mungkin karena pola asuhan nenek yang memanjakan saya. Bukan menyalahkan (karena saya menikmatinya, hehe). Tapi saya tidak terbiasa mencuci, membersihkan, mengepel, dan lain sebagainya.

Saya juga sukanya bergaul (diskusi) dengan teman cowok. Saya suka pikiran rasional mereka. Saya suka kesimpelan gaya hidup keseharian mereka. Saya suka mengeksplore cara pandang termasuk isi otak mereka tentang kaum saya. Alhasil, saya juga sering sok menjadi narasumber teman-teman cewek yang lagi ribet dengan urusan hatinya.


Saya juga tidak suka dandan. Ribet. Hingga memasuki dunia kerja pun saya paling malas dandan kecuali ke acara kawinan. Itupun didandani oleh kakak. Kakaklah yang menjadi mentor kepribadian saya agar tetap menjadi perempuan, dengan cara yang halus maupun nyakitin. :D. Kakak bahkan dengan pedisnya mengomentari dandanan saya yang mau ke kantor. Katanya, saya seperti mau ke pasar saja. Untungnya, kantor tempat saya kerja malah menginginkan untuk meminimalisir dandanan. Kalau perlu tidak usah dandan asalkan rapi dan bersih. Saya merasa berada di tempat yang benar.

Kesamaan sisi maskulin antara saya dengan kakak dan adik-adik, pecinta alam. Kami suka menjelajahi alam. Kakak pernah menjadi ketua Korps Sipil Kawula Alam. Adik saya pengurus Siswa Pencinta Alam dan masuk di komunitas pecinta alam di kampusnya (Equilibrium). Adik bungsu juga kadang ikut-ikutan naik gunung. Kalau saya, dijuluki Rianny Djangkarunya Biologi 03. Hihi, ngarep. :).

Setiap orang pastilah memiliki sisi berlawanan. Saya yang kelihatan fe(minim) tapi sikap cenderung mas(kulin). Saya menulis ini agar tidak merasa aneh sendiri. :). Lingkungan yang membentuk saya berbeda. Seberbeda lingkungan yang mewarnai orang lain. Dibesarkan nenek membuat saya manja. Tapi berjalan ke sekolah sejauh 3 Km melintasi hutan belantara, kadang sendiri, menjadikan saya berani. Kasih sayang, suka masak, berempati, berpetualang, saya dapatkan dari alm.ibu. Percaya, mandiri, berharga, saya peroleh dari ayah. Emosi, manusiawi, pemikiran, memperlihatkan keapaadaan saya. Dorongan hati, keimanan, ilmu, jamaah, mengikat saya pada kebajikan.

Keberadaan saya sebagai salah satu anak bumi yang telah terbentuk merupakan sebaik-baik penciptaan. Seaneh apapun saya, atau orang lain, tidak ada yang diciptakan sia-sia. Tidak perlu ada penyesalan tentang hari-hari kemarin yang berlangsung diluar kuasa kita. Kita adalah bagian dari sisi-sisi kehidupan yang saling melengkapi. Seperti feminim dan maskulinnya saya. Hehehe.
Dua sisi yang ada pada diri saya kadang membingungkan orang lain. Kawan-kawan blogger juga bingung kan?!. Saya saja yang punya diri dan menulis diri sendiri bingung. Hehe. Salam blogger!!! <3>

11 comments:

Unknown said...

jadi sekarang lagi jadi Mas Isma apa Mbak Isma nih Ka? ^^v hihiihihii

KATALIS HATI said...

Mba Isma dunk tapi manggilnya pake suara Agung Hercules... Hihi

Mugniar said...

Saya juga ndak suka dandan. Kadang2 minder sendiri, ibu2 pada modis2 sekarang, model jilbab aneh2 mana saya begitu2 saja :D

Mugniar said...

Saya juga ndak suka dandan. Kadang2 minder sendiri, ibu2 pada modis2 sekarang, model jilbab aneh2 mana saya begitu2 saja :D

KATALIS HATI said...

Sama bun... Malah katanyasaya kalah dua hal sama perempuan yang dijodohkn dg org yg prnah brproses dg saya. Kalah PNS n kalah modis...hehhe

Shaela Mayasari blog said...

Karakter seperti itu yang sulit ditebak mbak. Yang mana dominannya?
Tapi menurut saya, tidak masalah. Justru bagus, mbak bisa menempatkan diri dan perasaaan dengan baik. Kadang maskulin, jika berada di tengah-tengah cowok atau moment tertentu, tapi tetap memiliki sisi melankolis jika dihadapkan pada hal-hal yang menarik empati. Semangat mbak!

KATALIS HATI said...

Bener.... Saya saja kadang bingung dg diri saya mba... Hehhe. Dan sedikit orang yg bisa memahami itu. Kebanyakan mereka memilih menjauh (khususnya cowo2). Hehe

Vanisa Desfriani said...

wahwah :P

Anonymous said...

Unik ya..., tapi apapun itu semua patut disyukuri selama tak membawa hal-hal buruk dalam hidup. Tak ada salahnya memiliki sikap maskulin, selama jati diri masih feminim ;-) hanya pandai-pandai membawa diri, kapan harus feminim dan kapan harus maskulin :-)

KATALIS HATI said...

Hehehe... :D

KATALIS HATI said...

Betuuuul... Tapi susah...hehe