Tuesday 7 May 2013

Surat Terbuka Untuk Cinta Pertama

Tidak lewat pak pos atau cengkram kaki merpati putih. Aku mengikutsertakannya dalam 8 minggu ngeblog bersama angingmammiri, minggu kelima.
 
 Bumi Allah, 8 Mei 2013
Kepada YTK. Lelaki Sederhana
Di
    Tempat

Malam masih meniti waktu saat kutuliskan surat penuh aturan ini. Jika dulu kukatakan bahwa kata tak mampu bercerita tentang kita maka sekarang aku butuh lebih dari 500 kata untuk menuliskan tentangmu. Kupilih dirimu sebagai penerima surat terbukaku, diantara kisah-kisah yang lain. Mungkin kau akan malu, marah, kecewa, atau bisa jadi biasa saja. Reaksi terakhir yang paling mungkin mengingat dirimu tak lagi menganggap keberadaanku. Mungkin bagimu aku sudah mati. Yah, terlalu banyak kemungkinan. Aku sudah tak mampu menemukan radarmu. Kau menyembunyikannya dengan cara yang teramat sunyi. Surat ini untukmu cinta pertama, meski bukan kau yang pertama dan terakhir memasuki riak hidupku.

Bagaimana kabarmu sekarang? Apa semakin kurus? Rambutmu tetap rajin dicukur? Masih suka kemping? Sering manggung dimana? Bagaimana kabar anak-anak di komunitas musik? Apa dirimu bahagia? Apa masih tersedia ruangku di hatimu? Ups... Pertanyaanku terlalu banyak. Sebanyak detak luka yang melobangi paru-paruku hingga menyulitkanku bernafas.

Efek cintakah ini? Jika iya, akhirnya kurasakan juga kenyataan yang sejak kecil kuhindari. Jika bukan, kuharus membuka ensiklopedia untuk menemukan jawaban. Dalam perjalanan hidup, aku harus terus belajar. Tak ada kesimpulan. Tak ada kepastian. Kecuali satu hal. DIA, yang meniupkan ruh cinta di hati siapa saja, termasuk pada gelap hatiku, punya alasan di setiap ketentuan yang digariskan, termasuk dipertemukannya kita di malam yang canggung itu. Malam yang menghantarkan kita pada kisah tragis yang tak diratapi. Kisah yang tak pernah tertulis jelas karena kita cukup merasakan keindahan sekaligus airmata. Biarkan mereka melihatnya sebagai kesalahan saja. Toh, kita pecinta yang gagal. Tapi dengan berani kukatakan, kita pecinta yang berusaha sekuat tenaga mencintai Pencipta kita dibanding perasaan bodoh yang kerap membuat kita menangis. Perasaan bodoh yang membuatku tergerak menuliskan serangkaian kata bodoh di surat yang bodoh pula.

Aku membenci cinta tapi tak menghindari terjalinnya hubungan, dirimu tau itu setelah bincang yang lama. Rasionalitas yang terbentuk dari luka perempuan-perempuan di sekitarku membuatku terbahak saat dirimu menginginkanku. Trauma yang menggerogoti kepercayaan pada kaummu atas bualan mimpi masa depan bersamaku menjadikanku memintamu untuk menghalau keinginan itu. Aku terlalu beresiko untuk dirimu cintai.

Dirimu bertahan dengan strategi jitu yang melumpuhkan. Aku mengambil resiko. Aku tertantang untuk merasakan luka atas kisahku sendiri, bukan karena kisah orang lain. Aku merasa cukup kuat jika kelak dirimu memilih untuk berhenti mencintai. Aku akan setangguh karang jika ternyata tempat berlabuhku bukan dipelukanmu. Aku akan setegar kepak sayap elang jika tulisan takdirmu tak menggandeng namaku. Aku rasa, aku siap. Bukankah aku telah diperlihatkan sepahit-pahitnya kenyataan hidup dan aku mampu melewatinya. Apatah lagi hanya persoalan hati yang aku sangat tahu jika endingnya sudah ditentukan. Apa yang kukhawatirkan?!.

Semua menjadi rumit ketika ternyata aku mampu membuatmu setia dan dirimu mampu mengembalikanku pada masa kanak yang indah. Semua menjadi tak terkendali ketika kita mampu melewati masa-masa sulit dan tetap bersama.

Tidak semua hal bisa kita dapatkan secara bersamaan. Saat kita mendapatkan sesuatu, maka kita akan kehilangan hal yang lainnya. Aku kehilangan restu tapi aku medapatkanmu, utuh. Lalu apa salahnya jika lenganmu lebih pendek dari manusia normal. Apa salahnya jika drop out adalah jalan hidupmu. Apa salahnya jika ketaksempurnaanmu yang membuatku cinta. Tapi sungguh, tak ada salahnya mereka juga menyalahkanku. Ketidaksalahan yang bersekongkol dengan waktulah mengalahkanku. Aku kalah demi penyelamatan kehidupanmu. Aku kalah dan dirimu tidak menyukai kekalahan itu lalu mengabaikanku.

Ah, kenapa surat ini menjadi pledoi pembelaan diri?! Tapi biarkan sajalah. Toh, dirimu mungkin tak akan pernah membacanya. Apapun yang kuucap hingga kutuliskan tidak berarti lagi bagimu. Lukamu lebih dirimu nikmati dibanding mendekap hatiku kembali. Dirimu telah berpihak pada mereka yang tak peduli atas kesakitanku.

Surat terbuka ini untukmu, meski akan kualamatkan pada hatiku. Silakan berbahagia tanpaku. Takkan ada penyesalan. Bagiku, adamu telah mengenalkanku pada cinta yang kuhindari dan mengajarkanku dengan cara yang hebat pada Kekuasaan tak tertandingi Sang Pemberi Cinta. Aku kalah tapi aku tetap mencinta. Pertama, terakhir, selamanya. (Mungkin).

25 comments:

Shaela Mayasari blog said...

Keren mbak. Pesannya saya dapat. Ironi Sang Pencinta. Semoga kebahagiaan lain menyusul untukmu mbak...:)

ranny said...

si dia harus tau ini dunk mbak ;)

makasih udah bw ke blogku..salam kenal ^.^

Anonymous said...

wow :D

KATALIS HATI said...

Makasi...hehe...

KATALIS HATI said...

Ranny... Soryy...tdi ngepost nya pake hape jdi terpost di komen ranny deh

KATALIS HATI said...

Salam kenal ranny...sory ngepostnya d komen ranny...

Gak ada gunax juga dia tau hehhehe... Semuax hanya masa lalu yg seru.. :D

Anonymous said...

Nice Post...
Suka gaya bertuturnya. :-)
"Takkan ada penyesalan. Bagiku, adamu telah mengenalkanku pada cinta yang kuhindari dan mengajarkanku dengan cara yang hebat pada Kekuasaan tak tertandingi Sang Pemberi Cinta. Aku kalah tapi aku tetap mencinta." Suka kalimat ini...
terus melangkah tanpa sesal. Pasti ada cinta yang Ia takdirkan untuk menemani hari-harimu:-)

bisotisme.com said...

Quote: "Rasionalitas yang terbentuk dari luka perempuan-perempuan di sekitarku membuatku terbahak saat dirimu menginginkanku. Trauma yang menggerogoti kepercayaan pada kaummu atas bualan mimpi masa depan bersamaku menjadikanku memintamu untuk menghalau keinginan itu. Aku terlalu beresiko untuk dirimu cintai."

daleeemmm :)

KATALIS HATI said...

Terima kasih...pasti.. :D

KATALIS HATI said...

Wow <--- sy anggap pujian. Hehe

Unknown said...

salam kenal..... aaa saya kok mewek bacanya, bagus banget mbak....

KATALIS HATI said...

sedalem sumur apa sedalem palung laut???
makasi sdh singgaaah

Adda said...

wow.. keren suratnya.. kapan ya dapat surat seperti ini..

KATALIS HATI said...

Salam kenal ndoro ayu... Wah, senang deh punya teman mewek... Makasii sdh singgah

Anonymous said...

mantabs nih mba suratnya, mengalir banget, yang nerima pasti berbunga-bunga heee

KATALIS HATI said...

Nda pernah dapat surat dari yg dua tahun itu? ;)

KATALIS HATI said...

beugh... Jangankan berbunga-bunga, liat mukaku aja beliau enggan...hehe

Mugniar said...

Wow puitis sekali.
Di mana dia sekarang ya?

KATALIS HATI said...

Ada kok bun... Tp skrg kyk nda saling kenal... Hehe

Unknown said...

Indah surat terbukanya...kapan2 saya dibikinin ya...
Btw,masa lalu yang dulu sekali apa masa lalu yang barusan saja terjadi?
Semoga segera mendapatkan yang terbaik ya dek...

KATALIS HATI said...

Hihi... Gmn caranya dibikinkan yak???? Hehe. InsyaAllah mba...

Helda said...

Daleeem ya Mbak, salam kenal

KATALIS HATI said...

Salam kenal balik helda...

Unknown said...

ichhhh kenpa saya menagis juga pada hal saya tauji ceritanyaaaa .... tapi kereen saya sepakat dengan koment teman yang lain cara bertuturnya daleeem he he teruslah berkarya nak .. dan saya akan menjadi pembaca setiamu ..

KATALIS HATI said...

Aaaaahhh... Ada saksi hidup... :). Makasi sudah datangi "rumahku" ta May. Makasi sdh ikut menangis. Lup u pull